1. Mampu menguasai kaidah-kaidah huruf hijaiyah dengan benar, menulis, membaca ayat-ayat Alqur’an, teliti dan diulang- ulang.
2. Mampu mengukir motif-motif hias, seperti motif Majapahit, motif Padjadjaran, motif Mataram dan lain-lain. Sebagai pelengkap hias ukiran kaligrafi. Motif-motif hias tersebut adalah cikal bakal Komunitas orang Jepara sebagai pengukir, yang memiliki imajinasi tinggi dalam menciptakan karya seni kaligrafi ukir yang baik, luwes dan tidak kaku.
3. Menguasai kemampuan dan tata cara dalam penyusunan ayat-ayat yang panjang, pada bidang pendek dan sempit, menjadi pas, tepat, rapat, dalam lokasi di posisi media.
Apabila kemampuan tersebut pengukir atau desainer kaligrafi sudah menguasai, maka perlu menciptakannya dengan fikiran tenang dan fokus.
Pada tahun 1987 karya seni ukir yang saya pamerkan di Jakarta telah membuat seorang kolektor non muslim mengakui ada keajaiban yang terdapat dalam ukiran kaligrafi, sehingga mampu menusuk ke dalam relung hati yang paling dalam. Itu kebesaran Allah, dan kesucian wahyu Ilaahi.
Waktu yang mengandung nilai-nilai spiritual dan membawa berkah, yaitu pada bulan puasa, pada malam-malam Lailatul Qadar, sangat bagus ketika mendesain dan mengerjakan sebuah karya besar.
Saya pernah ditemui oleh seorang teman pengukir ragam motif hias dan relief. Dia bertanya “Saya biasa mengerjakan ukiran relief dan motif hias, selama ini tidak pernah ada masalah, selalu lancar-lancar saja. Tetapi ketika saya mulai mengukir kaligrafi surat Yasin, saya banyak keliru dan kesulitan” Saya menjelaskan, bahwa kebiasaan mengukir relief atau patung, dengan mengukir kaligrafi memang beda. Mengukir relief dan motif hias, tidak dituntut kebenarannya, tidak ada pertanggung jawaban kepada Allah atas hasilnya sebuah karya.Tetapi mengukir sebuah ayat suci harus benar dan bisa dibaca tanpa ada kesalahan. Maka sebelum mengerjakan sesuatu yang suci, sebaiknya jiwa juga di usahakan suci dan bersih. Sholat hajat, atau cukup dengan berwudhu, maka bisa menitralisir kesalahan dan kekurangan, selamat dari kekeliruan, dalam mengerjakan suatu karya yang tinggi tingkat kesulitannya. Akhirnya teman saya memahami dan membuktikan.
Saya pernah mendapat pesanan sebuah kaligrafi (tulisan dari sang Guru Mursyid) yang harus saya kerjakan dalam keadaan suci dan berpuasa selama kurang lebih satu bulan, (padahal tidak pada bulan Ramadhan), sampai selesai mengerjakan. Suatu pesanan yang cukup berat. Pemesan meminta dan berharap hasil ukiran nanti mengandung aura dan spiritual tinggi. Akhirnya di sepakati bahwa saya mengerjakan dengan puasa sehari saja, dan pemukulan pertama pada kayu yang saya ukir, saya mulai ketika saya masih dalam ritual berpuasa.Proses seperti itu bagi komunitas tertentu sebagai sesuatu yang sakral dan kejadian yang penting. Semua kembali kepada Allah yang Maha Tahu. Sebuah hadis: Innamal a’malu binniat.
Ada pula seorang Kolektor yang akan berangkat umrah minta dibuatkan ukiran kaligrafi. Sambil menggendong ukiran kaligrafi, beliau mengitari Ka’bah. Empat kaligrafi beratnya kira-kira enam kilo gram. Setelah sampai di tanah air, ukiran kaligrafi yang pernah ikut thawaf dihadiyahkan ke Masjid.
2. Mampu mengukir motif-motif hias, seperti motif Majapahit, motif Padjadjaran, motif Mataram dan lain-lain. Sebagai pelengkap hias ukiran kaligrafi. Motif-motif hias tersebut adalah cikal bakal Komunitas orang Jepara sebagai pengukir, yang memiliki imajinasi tinggi dalam menciptakan karya seni kaligrafi ukir yang baik, luwes dan tidak kaku.
3. Menguasai kemampuan dan tata cara dalam penyusunan ayat-ayat yang panjang, pada bidang pendek dan sempit, menjadi pas, tepat, rapat, dalam lokasi di posisi media.
Apabila kemampuan tersebut pengukir atau desainer kaligrafi sudah menguasai, maka perlu menciptakannya dengan fikiran tenang dan fokus.
Pada tahun 1987 karya seni ukir yang saya pamerkan di Jakarta telah membuat seorang kolektor non muslim mengakui ada keajaiban yang terdapat dalam ukiran kaligrafi, sehingga mampu menusuk ke dalam relung hati yang paling dalam. Itu kebesaran Allah, dan kesucian wahyu Ilaahi.
Waktu yang mengandung nilai-nilai spiritual dan membawa berkah, yaitu pada bulan puasa, pada malam-malam Lailatul Qadar, sangat bagus ketika mendesain dan mengerjakan sebuah karya besar.
Saya pernah ditemui oleh seorang teman pengukir ragam motif hias dan relief. Dia bertanya “Saya biasa mengerjakan ukiran relief dan motif hias, selama ini tidak pernah ada masalah, selalu lancar-lancar saja. Tetapi ketika saya mulai mengukir kaligrafi surat Yasin, saya banyak keliru dan kesulitan” Saya menjelaskan, bahwa kebiasaan mengukir relief atau patung, dengan mengukir kaligrafi memang beda. Mengukir relief dan motif hias, tidak dituntut kebenarannya, tidak ada pertanggung jawaban kepada Allah atas hasilnya sebuah karya.Tetapi mengukir sebuah ayat suci harus benar dan bisa dibaca tanpa ada kesalahan. Maka sebelum mengerjakan sesuatu yang suci, sebaiknya jiwa juga di usahakan suci dan bersih. Sholat hajat, atau cukup dengan berwudhu, maka bisa menitralisir kesalahan dan kekurangan, selamat dari kekeliruan, dalam mengerjakan suatu karya yang tinggi tingkat kesulitannya. Akhirnya teman saya memahami dan membuktikan.
Saya pernah mendapat pesanan sebuah kaligrafi (tulisan dari sang Guru Mursyid) yang harus saya kerjakan dalam keadaan suci dan berpuasa selama kurang lebih satu bulan, (padahal tidak pada bulan Ramadhan), sampai selesai mengerjakan. Suatu pesanan yang cukup berat. Pemesan meminta dan berharap hasil ukiran nanti mengandung aura dan spiritual tinggi. Akhirnya di sepakati bahwa saya mengerjakan dengan puasa sehari saja, dan pemukulan pertama pada kayu yang saya ukir, saya mulai ketika saya masih dalam ritual berpuasa.Proses seperti itu bagi komunitas tertentu sebagai sesuatu yang sakral dan kejadian yang penting. Semua kembali kepada Allah yang Maha Tahu. Sebuah hadis: Innamal a’malu binniat.
Ada pula seorang Kolektor yang akan berangkat umrah minta dibuatkan ukiran kaligrafi. Sambil menggendong ukiran kaligrafi, beliau mengitari Ka’bah. Empat kaligrafi beratnya kira-kira enam kilo gram. Setelah sampai di tanah air, ukiran kaligrafi yang pernah ikut thawaf dihadiyahkan ke Masjid.
0 komentar:
Posting Komentar