Menapaktilas Keberadaan Makam Ki Sungging Badarduwung

Sejarah Ki Sungging Badarduwung tahun 1536 cukup menarik untuk diketahui sampai jauh, karena beliau adalah seorang Da’i atau Muballigh. di Jepara. Jasanya tidak banyak di ketahui.  Lalu  dimana keberadaan makam Ki Sungging Badarduwung. Yang bisa diketahui hanya anak cucunya yang beranak pinak tersebar sebagai perantau, menjadi tenaga pengukir ke Kudus, Solo, Jakarta dan dimana-mana, sampai ada istilah ukir gebyok kudus, pengukirnya adalah orang-orang Jepara yang menjadi  tenaga bayaran. Sebagai perantau pengukir. Kala itu siapa saja yang punya uang bisa membangun rumah  ukiran. Lihat rumah di Kudus, gebyok itu dinamakan Gebyok Kudus. Tidak lepas dari pengukirnya adalah orang Jepara dari anak cucu Ki Badar Duwung. Data tentang gebyok Kudus, dari anak cucu penduduk Mulyoharjo atau Desa Belakang Gunung, yang embahnya cerita pada masa mudanya pernah menjadi buruh tukang mengukir gebyok di kota Kudus, menceritakan kepada saya beberapa puluh tahun yang lalu. Dan semua orang-orang di desa Belakang Gunung sudah mengetahui sejarah tentang ukiran gebyok Kudus yang misuwur itu.
El-Surayya art  pada tanggal 6 bulan Desember tahun 2010 membentuk team untuk menapak tilas keberadaan makam Ki Sungging Badarduwung yang sebenarnya. Empat orang yang memiliki kemampuan supranatural tinggi, dengan persiapan matang, siap mencari dan menemukan  makam Ki Sungging Badarduwung  di sekitar kota Jepara.
Team berangkat pagi-pagi ke lokasi yang telah di deteksi tidak jauh dari Galeri El-Surayya art. Pada siang hari berhasil menemukan makam yang penuh misteri,saat melihat keberadaan makam Ki Sungging Badarduwung. Team yang tiga orang belum mampu melihat  kasat mata, karena ilmunya masih sedang-sedang. Pimpinan team bertemu, bertatap muka dan berkomunikasi dengan si mBah Ki Badarduwung dengan pengawalan ketat para Hulu Balang layaknya seorang Patih yang dikelilingi para Prajurit kerajaan. Pertemuan secara misterius dalam demensi alam berbeda itu pada siang hari bolong. Dengan berkomonikasi panjang, tatah asli Ki Badarduwung ada diatas tangan siap diserah terimakan. Tatah kelihatan sangat indah dari besi putih dengan jumlah lebih dari lima. Lokasi makam adalah sebuah kerajaan yang dijaga ketat oleh para pengawal-pengawalnya Ki Sungging Badarduwung. Terlihat sangar dan angker. Lokasi makam belum pernah dijamah oleh pemburu-pemburu artefak, belum juga tercium aura bau manusia, baru kali itu terdeteksi. Kalau ada cerita-cerita bahwa  tatah  pusaka Ki Sungging Badarduwung pernah di miliki atau telah ditemukan ternyata tidak benar. Ganden terbuat dari kayu (alat pemukul mengukir) juga telah di ketahui keberadaannya. Suatu saat generasi El-Surayya art / penulis, Insya Allah akan menerima estafet dari mbah Ki Sungging Badarduwung  sebagai  pewaris  tatah  pusaka  tersebut,  karena   sudah  ada kesepakatan   pada   kedua   belah   fihak.  Ada  dua   sejarah dan kisah nenek moyang kita sebagai cikal bakal ahli dalam mengukir. Satu Ki Sungging Badarduwung yang berada di Jepara, dan Ki Sungging Adi Luwih yang hidup pada zaman kerajaan Majapahit, Raja Brawijaya V. Napak tilas selesai sekitar jam 4 sore. Sesampai di rumah, hasil pertemuan dievaluasi dan direncanakan suatu saat akan ditindak lanjuti, setelah personal team selesai  kuliah di UIN dan masa mengaji di pesantren. Sejarah baru Kota Ukir Jepara  akan terkuak setelah artefak ditemukan.
Bagi para ahli-ahli sejarah purbakala kiranya perlu mengetahui. Beberapa bulan setelah napak tilas pencarian makam Ki Sungging Badarduwung, ada berita tentang keberadaannya, bahwa makamnya ada di sekitar komplek makam Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat di desa Mantingan Jepara, tetapi informasi tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang akurat. Dua desa yang pernah ditempati semasa Ki Sungging Badarduwung, yaitu desa Belakang Gunung (Mulyoharjo) dan desa Mantingan. Banyak pengukir ornamen hias, seperti motif Majapahit, motif Padjadjaran, motif Jeparanan di desa tersebut. Kemudian mereka  mengenal ukir  desain kaligrafi huruf hijaiyah pada generasi tahun delapan puluhan,setelah El-Surayya art mengkader mereka-mereka, yang kemampuan mengukir motifnya sudah matang dan baik, masa kerjanya sudah cukup lama. Saya banyak mengambil tenaga pembantu pengukir menjadi karyawan tetap pada   Galeri saya. Mereka sudah menguasai ukiran motif ornament. Pengukir-pengukir Jepara   memiliki   kemampuan   dan   bakat   yang   tinggi untuk menjadi seniman. Tapi mereka belum semuanya menguasai desain, membaca dan menulis huruf hijaiyah. Ketika ada kesalahan dalam penulisan, mereka masih perlu pengawasan. Itulah kekurangan yang harus di perhatikan sebagai pengrajin seni ukir kaligrafi. Ada pula orang-orang Jepara yang sepulang dari pesantren sudah bisa menulis Khath Arabiyah, tetapi belum bisa mengukir. Maka mereka mencari tenaga tenaga pengukir yang sudah  pernah saya kader. Jadilah sebuah kaligrafi ukiran yang sekarang banyak dibuat oleh sanggar-sanggar ukir di Jepara saat ini. Dan akan berlanjut generasi-kegenerasi. 

0 komentar:

Posting Komentar