Pada tahun 1987, saya baru saja pindah ke rumah baru yang masih dalam keadaan 80%, saya masih harus menyelesaikan rumah tersebut. Setelah dari tahun 1978 berkumpul serumah dengan orang tua dan adik-adik, saya mendapat tawaran kerja di Jakarta sebagai desainer kaligrafi, sekaligus sebagai pengukir. Saya tertarik tawaran tersebut dan berangkat ke Jakarta dengan harapan bisa mendapat tambahan wawasan di Jakarta.
Bersama tiga orang, saya sebagai desainer akan memberikan pengetahuan tentang mengukir kaligrafi yang benar dan baik. Saat saya sedang mendesain, Boss saya datang untuk melihat proses awal sampai akhir selama saya membuat desain kaligrafi. Di meja saya telah disiapkan buku-buku kaligrafi cetakan dari Timur Tengah, Mesir, Irak, Turki, dan negara negara lain. Maksud Boss untuk mempermudah ketika sedang mendesain, saya dibekali buku-buku tuntunan dari berbagai karya-karya besar dari Al-khaththath Mesir dan lain-lain.
Proses demi proses, desain saya selesaikan. Terjadi dialog antara Sarjana Interior ITB dengan saya, “Pak Mudzakir begitu cepat dalam membuat desain tanpa skets, langsung jadi seperti air mengalir saja”. Saya pun menjawab “Ya pak, ini sudah menjadi makanan pokok sehari-hari. Saya memang lebih senang membuat desain secara spontan tanpa garis-garis dan tanpa skets atau dipola terlebih dahulu, serius tapi santai”.
Si Boss penasaran seperti tak yakin. Jawaban saya akan dibuktikan, apakah desain-desain tersebut meyakinkan atau tidak, maka si Boss akan mencoba mendapat respon baik, dari mantan Rektornya, Bapak Prof. Dr. Ir. Sadali. Maka dibuat lah dua karya seni ukir kaligrafi. Dua versi, yang pertama desain meniru dari buku-buku kaligrafi cetakan Timur Tengah. Yang kedua dibuat dan diukir dari desain saya. Setelah ukiran kaligrafi selesai, maka ukir kaligrafi hasil desain dari Timur Tengah ditunjukkan kepada rektor ITB Bapak Prof. Dr. Ir. Sadali. Apa komentar Beliau?. Ini bukan karya seni, tapi ini dari buku kaligrafi cetakan. Beliau tahu semua. Wawasannya sangat luas dan tahu buku-buku tentang peradaban dan perkembangan dunia kaligrafi.
Kemudian si Boss penasaran dan kembali lagi ke rumah Beliau, sambil membawa sebuah ukiran kaligrafi desain saya. Beliau berkata, “Ini baru karya seni asli, bukan hasil tiruan dari buku buku, bukan plagiat, bukan bajakan” Dalam buku ini saya tulis bahwa yang di namakan karya seni, adalah karya yang baik, bukan karya tiruan. Karya baik tapi tiruan tidak bisa di katakan karya seni. Dari pengembaraan, saya mendapat masukan-masukan yang berguna untuk wawasan ke depan yang jauh lebih baik. Bertemu dengan Seniman, Bankir, kolektor, barang-barang seni antik dan lain-lain. Delapan bulan dari perjalanan saya ke Jakarta dengan percaya diri saya kembali ke habitat saya, melanjutkan bidang saya sebagai pengukir dan pencipta seni ukir kaligrafi hingga sekarang.
Selama perjalanan ke Jakarta untuk menambah wawasan, saya kembali ke kota Jepara. Ada beberapa masukan yang saya dapatkan di Jakarta. Pada tahun 1987 Jakarta dalam hal pemasaran seni ukir kaligrafi belum banyak dilirik orang orang elit di perumahan, karena kaligrafi yang baik masih langka dan belum banyak masuk ke Jakarta.
Pada event-event tingkat nasional karya seni ukir kaligrafi pada pameran Dekranas, furnifair, masih dipandang sebelah mata. Barulah sekitar tahun 1990 mulai bermunculan stand-stand pameran di Jakarta Fair, Furnifair, pekan meubel, kaligrafi seni ukir mulai di perhitungkan eksistensinya. Sedangkan bangunan masjid di Jakarta sebagian besar masih dengan hiasan-hiasan kaligrafi dari bahan cat warna-warni, yang didesain langsung. di dinding masjid. Proses pengerjaannya memang lebih cepat dan biayanyapun relatif lebih murah. Kelemahannya apabila dinding lembab, maka daya lekat cat akan berkurang, dan mudah mengelupas.
Kaligrafi yang menghiasi dinding dalam dan luar masjid di Negara-negara Timur Tengah seperti di Mesir, Baghdad, Saudi Arabiya,Iran,dan lain-lain dengan warna warni indah alami,terbuat dari warna warni marmer atau batu-batu pualam. Walaupun cuaca ekstrim panas dan dingin, warna warni batu marmer tetap bertahan. Kaligrafi huruf hijaiyyah dari batu alami, tidak ada yang terlihat ekspresionis, hanya terlihat datar dan rata. Itulah bagian yang tidak bisa dibuat pada media batu-batuan.Kaligrafi dari media kayu memilili keunggulan estetika, yang memungkinkan untuk diekspresikan bentuk-bentuk huruf hijaiyahnya. Dalam cuaca ekstrim media kayu jati, tidak sekuat batu-batu marmer.Media kaligrafi dari kayu jati lebih unggul, estetika seninya, dan ekspresi huruf hijaiyah.
Bersama tiga orang, saya sebagai desainer akan memberikan pengetahuan tentang mengukir kaligrafi yang benar dan baik. Saat saya sedang mendesain, Boss saya datang untuk melihat proses awal sampai akhir selama saya membuat desain kaligrafi. Di meja saya telah disiapkan buku-buku kaligrafi cetakan dari Timur Tengah, Mesir, Irak, Turki, dan negara negara lain. Maksud Boss untuk mempermudah ketika sedang mendesain, saya dibekali buku-buku tuntunan dari berbagai karya-karya besar dari Al-khaththath Mesir dan lain-lain.
Proses demi proses, desain saya selesaikan. Terjadi dialog antara Sarjana Interior ITB dengan saya, “Pak Mudzakir begitu cepat dalam membuat desain tanpa skets, langsung jadi seperti air mengalir saja”. Saya pun menjawab “Ya pak, ini sudah menjadi makanan pokok sehari-hari. Saya memang lebih senang membuat desain secara spontan tanpa garis-garis dan tanpa skets atau dipola terlebih dahulu, serius tapi santai”.
Si Boss penasaran seperti tak yakin. Jawaban saya akan dibuktikan, apakah desain-desain tersebut meyakinkan atau tidak, maka si Boss akan mencoba mendapat respon baik, dari mantan Rektornya, Bapak Prof. Dr. Ir. Sadali. Maka dibuat lah dua karya seni ukir kaligrafi. Dua versi, yang pertama desain meniru dari buku-buku kaligrafi cetakan Timur Tengah. Yang kedua dibuat dan diukir dari desain saya. Setelah ukiran kaligrafi selesai, maka ukir kaligrafi hasil desain dari Timur Tengah ditunjukkan kepada rektor ITB Bapak Prof. Dr. Ir. Sadali. Apa komentar Beliau?. Ini bukan karya seni, tapi ini dari buku kaligrafi cetakan. Beliau tahu semua. Wawasannya sangat luas dan tahu buku-buku tentang peradaban dan perkembangan dunia kaligrafi.
Kemudian si Boss penasaran dan kembali lagi ke rumah Beliau, sambil membawa sebuah ukiran kaligrafi desain saya. Beliau berkata, “Ini baru karya seni asli, bukan hasil tiruan dari buku buku, bukan plagiat, bukan bajakan” Dalam buku ini saya tulis bahwa yang di namakan karya seni, adalah karya yang baik, bukan karya tiruan. Karya baik tapi tiruan tidak bisa di katakan karya seni. Dari pengembaraan, saya mendapat masukan-masukan yang berguna untuk wawasan ke depan yang jauh lebih baik. Bertemu dengan Seniman, Bankir, kolektor, barang-barang seni antik dan lain-lain. Delapan bulan dari perjalanan saya ke Jakarta dengan percaya diri saya kembali ke habitat saya, melanjutkan bidang saya sebagai pengukir dan pencipta seni ukir kaligrafi hingga sekarang.
Selama perjalanan ke Jakarta untuk menambah wawasan, saya kembali ke kota Jepara. Ada beberapa masukan yang saya dapatkan di Jakarta. Pada tahun 1987 Jakarta dalam hal pemasaran seni ukir kaligrafi belum banyak dilirik orang orang elit di perumahan, karena kaligrafi yang baik masih langka dan belum banyak masuk ke Jakarta.
Pada event-event tingkat nasional karya seni ukir kaligrafi pada pameran Dekranas, furnifair, masih dipandang sebelah mata. Barulah sekitar tahun 1990 mulai bermunculan stand-stand pameran di Jakarta Fair, Furnifair, pekan meubel, kaligrafi seni ukir mulai di perhitungkan eksistensinya. Sedangkan bangunan masjid di Jakarta sebagian besar masih dengan hiasan-hiasan kaligrafi dari bahan cat warna-warni, yang didesain langsung. di dinding masjid. Proses pengerjaannya memang lebih cepat dan biayanyapun relatif lebih murah. Kelemahannya apabila dinding lembab, maka daya lekat cat akan berkurang, dan mudah mengelupas.
Kaligrafi yang menghiasi dinding dalam dan luar masjid di Negara-negara Timur Tengah seperti di Mesir, Baghdad, Saudi Arabiya,Iran,dan lain-lain dengan warna warni indah alami,terbuat dari warna warni marmer atau batu-batu pualam. Walaupun cuaca ekstrim panas dan dingin, warna warni batu marmer tetap bertahan. Kaligrafi huruf hijaiyyah dari batu alami, tidak ada yang terlihat ekspresionis, hanya terlihat datar dan rata. Itulah bagian yang tidak bisa dibuat pada media batu-batuan.Kaligrafi dari media kayu memilili keunggulan estetika, yang memungkinkan untuk diekspresikan bentuk-bentuk huruf hijaiyahnya. Dalam cuaca ekstrim media kayu jati, tidak sekuat batu-batu marmer.Media kaligrafi dari kayu jati lebih unggul, estetika seninya, dan ekspresi huruf hijaiyah.
0 komentar:
Posting Komentar